Kasus penyadapan oleh Badan Keamanan Nasional Amerika Serikat (NSA) masih terus berlanjut. Kali ini, dokumen rahasia milik NSA dan dimuat harian Washington Post hari Senin, 30 Juni 2014 memuat daftar 193 negara dan organisasi internasional yang diberi izin untuk disadap oleh badan intelijen itu.
Indonesia termasuk salah satu negara yang dijadikan target oleh Pemerintah Negeri Paman Sam. Washington Post yang terbit hari Selasa, 1 Juli 2014 menulis dokumen rahasia yang dibuat tahun 2010 silam dirilis oleh mantan kontraktor NSA, Edward J. Snowden.
Selain RI, beberapa negara lainnya yang turut dijadikan target diketahui memiliki hubungan dekat dengan AS seperti Jepang, Filipina, Ukraina dan Arab Saudi. Sementara beberapa organisasi internasional yang diizinkan untuk disadap antara lain Bank Dunia, Dana Keuangan Internasional (IMF), Uni Eropa dan Badan Energi Atom Internasional (IEA).
Beberapa partai politik di negara lain pun turut tertulis dalam dokumen rahasia setebal dua halaman itu, antara lain Ikhwanul Muslimin (IM), Partai Rakyat Pakistan, dan partai pemenang pemilu India tahun ini, Bharatiya Janata (BJP). Fakta lain yang mencengangkan dalam dokumen itu yakni beberapa negara yang tergabung dalam jaringan intelijen dunia atau lazim disebut "lima mata", turut kena sadap.
Menurut dokumen itu, agen intelijen NSA memiliki sebuah sistem yang secara otomatis turut menyaring panggilan telepon dari Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Namun, 28 area teritori mereka seperti British Virgin Island tidak termasuk ke dalam daftar tersebut.
Dokumen itu ditandatangani oleh Jaksa Publik dan Direktur Intelijen Nasional. Kedua pihak itu merupakan orang yang menyetujui dokumen yang dikeluarkan setiap tahun oleh Pengadilan Pemanatauan Intelijen Asing.
"Dokumen-dokumen ini menunjukkan potensi jangkauan aktivitas yang dipantau oleh pemerintah dan peran paling sederhana dari pengadilan dalam pemantauan itu," ujar Wakil Direktur Hukum Serikat Pembebasan Hak Warga Amerika, Jameel Jaffer.
Akademisi Hingga JurnalisPengumpulan informasi surat elektronik dan panggilan telepon sesuai dengan amandemen UU FISA ayat 702 tahun 2008 silam. Dalam aturan tersebut, pengadilan menyetujui aturan penetapan target penyadapan dan perlindungan privasi warga Amerika.
Pendukung sertifikasi dokumen tahun 2010 itu, menyebut target yang ditetapkan oleh NSA berarti akan menerima atau berkomunikasi dengan intelijen asing mengenai informasi kekuatan negara lain. Artinya, siapa pun mulai dari akademisi, jurnalis dan peneliti HAM bisa dijadikan target penyadapan.
Menurut mantan pejabat di Departemen Pertahanan, alasan yang menyebabkan mereka menyadap lagi-lagi karena alasan keamanan dan kepentingan warga AS.
"Tidak mungkin membayangkan sebuah krisis kemanusiaan di sebuah negara yang bermitra dekat dengan AS, lalu militer kami diharapkan dapat langsung membantu dan mengevakuasi seluruh warga kami, tanpa adanya informasi itu," ungkap pejabat yang enggan disebut namanya itu.
Dia turut menambahkan, apabila ada suatu negara yang namanya tidak tertulis dalam daftar itu, maka NSA tidak bisa mengumpulkan informasi intelijen. Apabila hal itu tetap dilakukan, lanjut pejabat tadi, maka dianggap melanggar hukum.
Tolak KomentarSementara pejabat NSA menolak berkomentar soal bocornya dokumen itu. Dia juga tidak ingin menyatakan apakah dokumen tersebut asli atau palsu.
Sebenarnya pada Januari lalu, Presiden Barack Obama telah mengeluarkan kebijakan baru mengenai pengumpulan informasi intelijen. Dia menegaskan aksi penyadapan tetap dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan, namun dia menjamin tidak lagi memantau komunikasi puluhan pemimpin negara di dunia.
Apabila ada target tertentu yang dianggap sensitif, maka individu itu telah melalui peninjauan tingkat tinggi.
Juru bicara NSA, Vanee Vines, mengatakan institusi tempatnya bekerja hanya boleh menyasar warga asing yang diketahui tinggal di luar AS.
"Singkat kata, harus ada kebutuhan intelijen tertentu, persetujuan dan pemberian kewenangan secara hukum bagi badan intelijen untuk beraksi. Hal itu harus sesuai dengan ayat 702," ungkap Vines.
Indonesia termasuk salah satu negara yang dijadikan target oleh Pemerintah Negeri Paman Sam. Washington Post yang terbit hari Selasa, 1 Juli 2014 menulis dokumen rahasia yang dibuat tahun 2010 silam dirilis oleh mantan kontraktor NSA, Edward J. Snowden.
Selain RI, beberapa negara lainnya yang turut dijadikan target diketahui memiliki hubungan dekat dengan AS seperti Jepang, Filipina, Ukraina dan Arab Saudi. Sementara beberapa organisasi internasional yang diizinkan untuk disadap antara lain Bank Dunia, Dana Keuangan Internasional (IMF), Uni Eropa dan Badan Energi Atom Internasional (IEA).
Beberapa partai politik di negara lain pun turut tertulis dalam dokumen rahasia setebal dua halaman itu, antara lain Ikhwanul Muslimin (IM), Partai Rakyat Pakistan, dan partai pemenang pemilu India tahun ini, Bharatiya Janata (BJP). Fakta lain yang mencengangkan dalam dokumen itu yakni beberapa negara yang tergabung dalam jaringan intelijen dunia atau lazim disebut "lima mata", turut kena sadap.
Menurut dokumen itu, agen intelijen NSA memiliki sebuah sistem yang secara otomatis turut menyaring panggilan telepon dari Inggris, Kanada, Australia dan Selandia Baru. Namun, 28 area teritori mereka seperti British Virgin Island tidak termasuk ke dalam daftar tersebut.
Dokumen itu ditandatangani oleh Jaksa Publik dan Direktur Intelijen Nasional. Kedua pihak itu merupakan orang yang menyetujui dokumen yang dikeluarkan setiap tahun oleh Pengadilan Pemanatauan Intelijen Asing.
"Dokumen-dokumen ini menunjukkan potensi jangkauan aktivitas yang dipantau oleh pemerintah dan peran paling sederhana dari pengadilan dalam pemantauan itu," ujar Wakil Direktur Hukum Serikat Pembebasan Hak Warga Amerika, Jameel Jaffer.
Akademisi Hingga JurnalisPengumpulan informasi surat elektronik dan panggilan telepon sesuai dengan amandemen UU FISA ayat 702 tahun 2008 silam. Dalam aturan tersebut, pengadilan menyetujui aturan penetapan target penyadapan dan perlindungan privasi warga Amerika.
Pendukung sertifikasi dokumen tahun 2010 itu, menyebut target yang ditetapkan oleh NSA berarti akan menerima atau berkomunikasi dengan intelijen asing mengenai informasi kekuatan negara lain. Artinya, siapa pun mulai dari akademisi, jurnalis dan peneliti HAM bisa dijadikan target penyadapan.
Menurut mantan pejabat di Departemen Pertahanan, alasan yang menyebabkan mereka menyadap lagi-lagi karena alasan keamanan dan kepentingan warga AS.
"Tidak mungkin membayangkan sebuah krisis kemanusiaan di sebuah negara yang bermitra dekat dengan AS, lalu militer kami diharapkan dapat langsung membantu dan mengevakuasi seluruh warga kami, tanpa adanya informasi itu," ungkap pejabat yang enggan disebut namanya itu.
Dia turut menambahkan, apabila ada suatu negara yang namanya tidak tertulis dalam daftar itu, maka NSA tidak bisa mengumpulkan informasi intelijen. Apabila hal itu tetap dilakukan, lanjut pejabat tadi, maka dianggap melanggar hukum.
Tolak KomentarSementara pejabat NSA menolak berkomentar soal bocornya dokumen itu. Dia juga tidak ingin menyatakan apakah dokumen tersebut asli atau palsu.
Sebenarnya pada Januari lalu, Presiden Barack Obama telah mengeluarkan kebijakan baru mengenai pengumpulan informasi intelijen. Dia menegaskan aksi penyadapan tetap dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan, namun dia menjamin tidak lagi memantau komunikasi puluhan pemimpin negara di dunia.
Apabila ada target tertentu yang dianggap sensitif, maka individu itu telah melalui peninjauan tingkat tinggi.
Juru bicara NSA, Vanee Vines, mengatakan institusi tempatnya bekerja hanya boleh menyasar warga asing yang diketahui tinggal di luar AS.
"Singkat kata, harus ada kebutuhan intelijen tertentu, persetujuan dan pemberian kewenangan secara hukum bagi badan intelijen untuk beraksi. Hal itu harus sesuai dengan ayat 702," ungkap Vines.